ACBS 2019 mendaulat Indonesia sebagai tuan rumah yang merupakan penyelenggaraan ketujuh kalinya
Jakarta, Cyberthreat.id - Asia Content Business Summit (ACBS) 2019 resmi dibuka di Golden Ballroom 3, The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Jumat (20 September 2019).
ACBS 2019 diawali dengan Preliminary Meeting yang dihadiri negara anggota yaitu Indonesia, Jepang, China, Hong Kong, Singapura, Malaysia, Filipina, India, dan Thailand pada Kamis (19 September 2019).
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengatakan ACBS sebagai wadah kesempatan kepada perwakilan negara anggota untuk menyampaikan perkembangan, tantangan dan peluang industri konten di masing-masing negara.
"ACBS ini merupakan platform yang unik bagi negara-negara dan teritori di Asia untuk mendorong industri konten agar berkembang lebih cepat," kata Triawan Munaf saat membuka ACBS 2019.
Pertemuan yang akan berlangsung selama dua hari mendiskusikan topik Policy Framework to Promote the Decvelopment of Content Industries: Lesson Learnt and Best Practices, Ways of Producing Highly-skilled Content Creators; Identifying New Business Model for Cross Platform Content, dan Regional Collaboration Initiatives.
"Negara-negara ACBS harus melangkah bersama agar industri konten Asia bisa bersaing dengan kawasan lain," kata Mika Takagi, Direktur Media dan Industri Konten, Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Investasi Jepang (METI).
ACBS 2019 juga menggelar Konferensi yang menghadirkan pembicara terkemuka, antara lain Produser film Crazy Rich Asian John Penotti; Dirjen Kebudayaan Dr. Hilmar Farid; Sutradara Riri Riza; CEO Infinity Framework Studio Mike Wiluan; Pakar UNESCO Charles Vallerand; dan petinggi Tokyo Broadcasting System (TBS) Jepang Takafumi Yuki.
ACBS merupakan platform Pan-Asia pertama yang mempromosikan pengembangan media kreatif dan industri konten antarnegara di Asia. ACBS yang tahun ini digelar di Indonesia merupakan penyelenggaraan ke-7.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.