Penyedia layanan internet (ISP) memblokir akses delapan situs web yang masih menayangkan rekaman serangan brutal dan mematikan di dua masjid di Selandia Baru.
Sydney, Cyberthreat.id – Pemerintah Australia memerintahkan penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir akses delapan situs web yang masih menayangkan rekaman serangan brutal dan mematikan di dua masjid di Selandia Baru, 15 Maret lalu.
Akibat serangan itu 51 orang tewas dan menjadi tragedi penembakan massal terburuk sepanjang sejarah Selandia Baru. Penyerang menyiarkan penembakan secara langsung di Facebook dan rekamannya dibagikan secara luas.
Sebagian besar situs web dengan cepat menghapus tautan ke video sejak kejadian itu. Namun, Komisioner eSafety Australia, Julie Inman Grant, mengatakan delapan situs lokal tak menggubris permintannnya agar menghapus konten tersebut.
"Kami tidak dapat membiarkan materi keji ini digunakan untuk mempromosikan, menghasut, atau menginstruksikan tindakan teroris lebih lanjut," kata Grant dalam pernyataan via email pada Minggu (8 September 2019) seperti dikutip dari Reuters.
Pemblokiran delapan situs web tersebut dilakukan di tengah upaya terkonsentrasi oleh Australia untuk menekan berbagi konten kekerasan secara online.
Australia pada bulan April mengeluarkan undang-undang yang memungkinkan pemerintah untuk mendenda perusahaan media sosial hingga 10 persen dari omset global tahunan mereka dan memenjarakan eksekutif hingga tiga tahun jika konten kekerasan tidak dihapus dengan cepat.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.