Kaspersky menyebut penjahat siber yang menyasar sektor farmasi, yaitu Grup Advanced Persistent Threat (APT), termasuk Cloud Atlas dan APT10.
Jakarta, Cyberthreat.id – Serangan siber (cyberattack) tak hanya melanda jaringan komputer perusahaan. Temuan perusahaan keamanan siber (cybersecurity) asal Rusia, Kaspersky, bahwa serangan juga mengalami peningkatan pada perangkat di bidang farmasi.
Munculnya teknologi operasional yang terhubung internet berkontribusi terhadap meluasnya serangan. “(Terjadi) peningkatan stabil dari tahun ke tahun pada jumlah perangkat yang terkena serangan oleh para pelaku kejahatan siber,” tulis Kaspersky dalam siaran pers yang diterima, Senin (9 September 2019).
Sejumlah negara yang menjadi target serangan terbanyak, antara lain Pakistan (54 persen), Mesir (53 persen), Meksiko (47 persen), Indonesia (46 persen), dan Spanyol (45 persen). Serangan juga terdeteksi di India, Bangladesh, Hong Kong, dan Malaysia.
Menurut Yury Namestnikov, Head of Global Research and Analysis Team (GReAT) Russia di Kaspersky, meski penjahat siber lebih sering menyasar perbankan, kini mereka (kelompok cyberespionage) perlahan-lahan menargetkan industri farmasi yang canggih.
“Mereka perlahan-lahan menyadari, bahwa perusahaan farmasi menyimpan harta karun berupa data yang sangat berharga seperti obat dan vaksin terbaru, penelitian terbaru, serta rahasia medis,” kata Yury.
Kaspersky menyebut penjahat siber yang menyasar sektor farmasi, yaitu Grup Advanced Persistent Threat (APT), termasuk Cloud Atlas dan APT10 yang juga dikenal sebagai MenuPass.
“Berdasarkan pemantauan kami terhadap beberapa gerakan aktor APT di Asia Pasifik dan secara global, kami memperkirakan, bahwa kelompok-kelompok ini menginfeksi server dan mengekstrak data dari perusahaan farmasi,” kata Yury.
Teknik dan perilaku serangan mereka juga membuktikan, tujuan nyata para pelaku kejahatan siber ini, “Untuk memperoleh kekayaan intelektual yang berkaitan dengan formula medis terbaru dan hasil penelitian serta rencana bisnis para korban mereka,” kata Yury.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.