Platform ini digunakan oleh pencari kerja untuk menemukan peluang kerja dan pelaku industri untuk mencari talenta digital yang dibutuhkan.
Jakarta, Cyberthreat.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan platform SIMONAS yang diperuntukkan bagi pencari kerja, untuk menemukan peluang kerja, dan untuk mencari talenta digital yang dibutuhkan industri.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, platform tersebut berfungsi untuk rekrutmen tenaga kerja sekaligus sebagai wadah talenta nasional yang dapat digunakan oleh kandidat pencari kerja dan perusahaan yang memerlukan tenaga kerja.
“Menurut Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta digital talent hingga 2020. Satu tahun rata-rata 600.000 digital talent. Di Indonesia, lulusan digital talent tidak sampai 600.000 setiap tahun. Saya akhirnya membuat program digital talent sholarship (DTS) di Indonesia,” kata Rudiantara saat peluncuran SIMONAS di di Jakarta, Kamis (5 September 2019).
Menurut Rudiantara, ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dan mumpuni dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi perhatian serius Pemerintah.
“Banyak perusahaan digital di Indonesia membutuhkan talenta digital yang besar, tapi ketersediaan minim, sehingga (mereka) banyak mengambil (tenaga kerja) dari luar (negeri). Melalui DTS, Kominfo menjawab tantangan penyelesaian masalah tersebut. Sesuai arahan Presiden (Joko Widodo), Indonesia fokus pada pengembangan SDM. Melalui DTS kita akan kembangkan SDM digital yang kompetitif,” ujar Rudiantara.
Rudiantara melanjutkan, kesuksesan program DTS tidak dilihat dari jumlah lulusan, tetapi dari kualitas tenaga kerja. “Kualitas lulusannya: apakah bisa terserap oleh industri, mendapatkan pekerjaan, maupun berwirausaha,” ujar dia.
Ia berharap kehadiran SIMONAS,dapat menjadi salah satu jawaban. “SIMONAS seperti market place maupun platform jual beli lain. Bedanya SIMONAS jual beli talent, bukan barang. Dan, ini gratis sehingga perusahaan yang mendapatkan talent dari SIMONAS tidak harus membayar,” tegas Rudiantara.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.