Dengan memanfaatkan AI, perusahaan akan lebih mudah dalam melakukan penilaian kredit, verifikasi, pengambilan keputusan, dan pemantauan.
Jakarta, Cyberthreat.id – Investree, perusahaan rintisan atau startup teknologi finansial (fintech), sedang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI) yang dipakai untuk solusi penentuan risiko pembiayan yang mudah, cepat, dan akurat.
Pendiri dan CEO Investree, Adrian Gunadi, mengatakan, dengan memanfaatkan AI, perusahaan akan lebih mudah dalam melakukan penilaian kredit, verifikasi, pengambilan keputusan, dan pemantauan.
“Kami baru merencanakan penggunaan machine learning baru-baru ini. Kami akan menggunakan data yang sudah kami kumpulkan sejak 3-4 tahun lalu,” ujar dia saat ditemui oleh Cyberthreat.id di Jakarta, Senin (26 Agustus 2019).
Adrian menuturkan, penggunaan AI sebagai upaya mitigasi risiko dengan cara credit scoring dan collection scoring untuk mengindari penipuan (fraud) dalam pengajuan pinjaman. Selain itu, Investree juga akan menerapkan fitur Know Your Customer elektronik (e-KYC)—fitur untuk mengetahui dan memantau identitas dan transaksi nasabah.
Menurut dia, hingga kini belum banyak fintech yang menggunakan teknologi AI dalam hal manajemen risiko saat ada peminjaman modal. “Kalau fintech yang fokus pada pendanaan UMKM baru kami yang menggunakan teknologi AI,” ujar dia
Investree adalah pasar daring (marketplace) yang mempertemukan pemberi pinjaman uang (lender) dengan peminjam (borrower). Pendanaan ini bisa berasal dari individu, organisasi, atau badan hukum kepada individu atau badan hukum tertentu. Pasar utama perusahaan adalah pelaku usaha kecil menengah (UKM). Saat ini Investree sedang berupaya mengembangkan layanannya ke Filipina dan Thailand.
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.