Di pidato kenegaraan sebagai kepala pemerintahan dan Panglima tertinggi RI, Presiden Jokowi syarat dengan ruang siber, ancaman siber dan dinamika di dalamnya
Jakarta, Cyberthreat.id - Presiden Joko Widodo menegaskan kedaulatan siber Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat menyampaikan pidato kenegaraan HUT ke-74 RI di sidang bersama DPD dan DPR, di gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16 Agustus 2019).
"Dalam bidang pertahanan-keamanan kita harus tanggap dan siap. Menghadapi perang siber. Menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Serta menghadapi ancaman kejahatan lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita," kata Presiden Jokowi.
Untuk menopang kedaulatan tersebut, Presiden mengatakan perlunya sebuah tata aturan dan regulasi untuk mewujudkan perlindungan terhadap segenap tumpah darah Indonesia, termasuk melindungi data dan aset digital.
Di zaman peradaban digital, ujar Jokowi, data adalah emas yang harus digunakan sepenuhnya untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.
"Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!"
Presiden Jokowi juga mengingatkan tentang dunia baru dunia yang jauh berbeda dibanding era sebelumnya. Globalisasi terus mengalami pendalaman yang semakin dipermudah oleh revolusi industri jilid ke 4.
Persaingan semakin tajam dan perang dagang semakin memanas. Antar negara berebut investasi, antar negara berebut teknologi, berebut pasar, dan berebut orang-orang pintar.
Antar negara memperebutkan talenta-talenta hebat yang bisa membawa kemajuan bagi negaranya. Dunia tidak semata sedang berubah tetapi sedang terdisrupsi.
Di era disrupsi kemapanan bisa runtuh, ketidakmungkinan bisa terjadi. Jenis pekerjaan bisa berubah setiap saat, banyak jenis pekerjaan lama yang hilang. Tetapi juga makin banyak jenis pekerjaan baru yang bermunculan. Ada profesi yang hilang, tetapi juga ada profesi baru yang bermunculan.
"Kita butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat kita bisa melompat dan mendahului bangsa lain. Kita butuh terobosan-terobosan jalan pintas yang cerdik yang mudah yang cepat."
"Kita butuh SDM unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila. Kita butuh SDM unggul yang toleran yang berakhlak mulia. Kita butuh SDM unggul yang terus belajar bekerja keras, berdedikasi."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.