Jika Indonesia ingin memiliki industri cybersecurity sendiri, pemerintah harus segera membuat regulasi yang mendukung industri cybersecurity.
Jakarta, Cyberthreat.id – Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) mengatakan, salah satu penyebab industri keamanan siber (cybersecurity) belum bisa tumbuh di Indonesia karena belum adanya regulasi yang jelas mengenai bidang tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pokja Industri Strategis & Teknologi KEIN, Andri BS Sudibyo, saat ditemui Cyberthreat.id di kantornya, Jakarta, Selasa (13 Agustus 2019).
Ia pun menyarankan jika Indonesia ingin memiliki industri cybersecurity sendiri, pemerintah harus segera membuat regulasi yang mendukung industri cybersecurity.
Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KSS) yang saat ini digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat dinilai Andri sudah tepat untuk disahkan. RUU tersebut juga salah satu yang menduung industri cybersecurity lokal.
Terlebih, RUU tersebut nantinya memperkuat kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Menurut dia, BSSN adalah lembaga yang nantinya melakukan sertifikasi baik hardware maupun software, apakah berbahaya atau tidak.
“BSSN membutuhkan payung hukum agar mereka bisa mengembangkan diri dan memperkuat keamanan siber di Indonesia,” ujar Andri.
Dengan adanya RUU KKS, kata dia, semua yang berkaitan dengan keamanan siber akan dipusatkan kepada BSSN, kecuali untuk beberapa bidang tertentu, misal militer.
Menurut dia, dengan mendorong dan memperkuat BSSN, industri cybersecurity di Indonesia akan mulai bergerak karena sudah ada regulasi yang jelas terkait dengan produk keamanan siber. “Industri itu kan mengikuti aturan main,” kata Andri.
Di sisi lain, ia menyebutkan, dukungan terhadap industri cybersecurity juga harus ditopang beberapa hal, antara lain sumber daya manusia, teknologi, riset dan pengembangan, dan pengembangan industri lokal.
KEIN adalah lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Lembaga ini bertugas memberikan pendapat dan masukan kepada presiden yang fokusnya pada pengembangan ekonomi sektor riil.
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.