Penggunaan AIS yang diwajibkan oleh regulasi internasional meningkatkan keselamatan dan keamanan para nelayan
Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua DPR Bambang "Bamsoet" Soesatyo menilai sosialisasi penggunaan Automatic Identification System (AIS) pada kapal perikanan belum maksimal.
Kewajiban menggunakan sistem AIS merupakan ketentuan dari Kementerian Perhubungan yang diwajibkan bagi kapal ikan berukuran diatas 60 Gross Ton.
"Terutama di pelabuhan perikanan samudera dan pelabuhan perikanan nusantara yang menjadi tempat sandar kapal-kapal ukuran besar," kata Bamsoet di Jakarta, Jumat (9 Agustus 2019).
AIS dilengkapi berbagai fitur dan informasi yang berguna bagi keselamatan para nelayan. Misalnya GPS dan tombol yang bisa mengirim sinyal SOS yang akan diterima pelabuhan ikan di wilayah para nelayan beroperasi.
AIS juga membuat nelayan Indonesia bisa lebih terdeteksi dan terlindungi saat sedang mencari nafkah. Dalam berbagai diskusi dengan nelayan, hal yang selalu dikeluhkan adalah persoalan keamanan nelayan yang sedang melaut.
"Kementerian KKP bersama Kemenhub melalui Direktorat Perhubungan Laut (Dithubla) agar melakukan pengecekan kesiapan alat dan teknologi guna memastikan alat (AIS) tersedia dan mudah diperoleh para pelaku usaha, serta operasionalisasinya di lapangan."
Para pelaku usaha perikanan juga diharapkan lebih proaktif. Terutama pelaku usaha perikanan yang memiliki kapal berukuran besar diatas 60 Gross Ton agar segera memasang AIS sesuai dengan ketentuan dan syarat dari Kemenhub.
"Mengingat penggunaan AIS disyaratkan juga oleh regulasi internasional," ujar Bamsoet.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.