Mata uang kripto itu terlebih dulu dikirim ke Rusia, China, Hong Kong, dan Hongaria lalu dikembalikan ke Venezuela dalam bentuk dolar Amerika Serikat.
Caracas, Cyberthreat.id – Venezuela tampaknya masih terus memanfaatkan mata uang kripto atau kriptokurensi (cryptocurrency) sebagai jalan menghindari sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika Serikat sejak 2017.
Menurut investigasi surat kabar asal Spanyol, ABC, Presiden Venezuela Nicolas Madura dan pemerintahannya saat ini tengah menggunakan aplikasi dompet digital yang disebut Jetman Pay. Aplikasi ini dipakai untuk mengonversi pendapatan pajak dari salah satu bandara utama negara itu menjadi Bitcoin dan mata uang kripto lainnya.
Dalam laporan itu, ABC mengklaim telah mengetahui skema yang diterapkan pemerintahan Maduro dari kriptokurensi itu. Jadi, mata uang kripto akan dikirim ke tempat penukaran asing di Rusia, China, Hong Kong, dan Hongaria. Setelah diterima, dana tersebut dikonversi ke dalam dolar Amerika Serikat dan dikirim kembali ke Venezuela.
Untuk saat ini, seperti dikutip dari The Next Web yang diakses Selasa (30 Juli 2019), aplikasi Jetman Pay hanya dipakai di Bandara Internasional Maiquetia (IAIM). Namun, pemerintahan Madura diperkirakan memperluas penerapan aplikasi ke tempat lain.
Saat ini ekonomi Venezuela dalam kondisi hiperinflasi parah selama beberapa tahun terakhir. Dan, kriptokurensi tampaknya telah menarik Presiden Maduro.
Awal Juli lalu, misalnya, Maduro memerintahkan bahwa setiap cabang Banco de Venezuela (Bank Venezuela berpusat di Caracas) harus membiarkan warga negara membeli dan memperdagangkan El Petro, kriptokurensi yang diterbitkan negara.
El Petro pertama kali diperkenalkan ke publik tahun lalu setelah Maduro mengumumkan di saluran televisi pemerintah. El Petro tadinya akan digunakan dalam transaksi internasional mulai 1 Oktober 2018, tapi mata uang digital itu gagal.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.