Serangan siber terhadap Indonesia kian gencar sementara undang-undang yang mengatur ruang siber belum ada.
Jakarta, Cyberthreat.id - Kepala Departemen Pengawasan Bank OJK, Hizbullah, menyatakan sistem eror yang dialami Bank Mandiri pada 20 Juli 2019 bisa menjadi tolok ukur bagi Indonesia untuk menuntaskan undang-undang yang mengatur ruang siber secepatnya.
"UU tentang siber itu sangat penting dan bagus sekali jika diundangkan segera," kata Hizbullah usai konferensi pers di Ombudsman RI, Jakarta, Senin (29 Juli 2019).
Saat rapat dengan Ombudsman, Bank Mandiri dan Bank Indonesia (BI), Hizbullah berupaya menjelaskan bahwa serangan siber terhadap Indonesia serta berbagai ancaman dari luar kian gencar.
Menurut dia, serangan bukan ke Indonesia saja, tapi ke seluruh negara. Bedanya, kata dia, beberapa negara sudah memiliki regulasi yang mengatur dan melindungi cyberspace.
"Saya jelaskan ke teman-teman tadi bahwa serangan siber itu terjadi setiap saat dan serangan hacker dari luar itu memang gencar ke Indonesia. Mereka menyerang setiap waktu dan teman-teman IT di OJK selalu kami ingatkan," ujarnya.
Indonesia tengah menggarap rancangan undang-undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) di DPR. Di situ disebutkan bahwa regulasi yang mengatur cyberspace nasional diselesaikan dengan berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai lembaga yang bertugas melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien.
"Karena keamanan ini harus terus di-update dan di evaluasi," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank Mandiri Heri Gunardi mengatakan pihaknya tidak melibatkan pihak lain ketika mengatasi persoalan sistem eror. Termasuk BSSN.
Heri hanya menegaskan bahwa Bank Mandiri menjamin data-data nasabah aman dan telah menyelesaikan semua persoalan yang terjadi akibat sistem eror.
"Enggak, enggak, kami tidak melibatkan pihak lain. Monitoring sudah kami tingkatkan," ujarnya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.