Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai koordinasi dan kolaborasi berbagai pihak harus lebih intensif dalam menangkal konten radikal di ruang siber
Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan pentingnya patroli siber yang intensif untuk mendeteksi kegiatan kelompok teroris di media sosial atau ruang cyber yang berkaitan dengan radikalisme maupun terorisme.
Internet menjadi salah satu media perekrutan dan perencanaan kelompok teroris. Fakta ini sudah terbukti lewat beberapa kasus terorisme di Tanah Air dimana para anggotanya terpapar radikalisme akibat mendapat doktrin melalui internet.
"Take down konten/akun yang berkaitan dengan radikalisme maupun terorisme lebih dini sebagai langkah pencegahan," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat (26 Juli 2019).
Patroli siber, kata dia, dilakukan dengan cara koordinasi dan kolaborasi berbagai lembaga. Kepolisian RI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Tim Cyber Drone 9 (CD9) bersinergi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) aktif meningkatkan kewaspadaan terhadap paham-paham radikalisme yang muncul di lingkungan masyarakat.
Masyarakat, kata Bamsoet, harus dibikin kritis dalam menerima informasi. Terutama informasi yang berkaitan dengan paham radikal ataupun intoleransi antar umat beragama, serta berperan aktif memerangi pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia
"Pemerintah dan tokoh masyarakat harus aktif memberikan sosialisasi mengenai akibat yang ditimbulkan oleh paham radikalisme maupun gerakan terorisme terhadap dirinya pribadi maupun negara."
Tak ketinggalan peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) melalui Direktorat Jenderal Imigrasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh WNI yang akan meninggalkan tanah air.
Menurut Bamsoet, pihak terkait harus memantau WNI yang akan menuju negara konflik dengan memastikan tujuan keberangkatan para WNI tersebut.
"Agar WNI yang pergi ke negara konflik tidak untuk menjadi bagian dari kelompok teroris."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.