Sistem kependudukan yang terintegrasi memerlukan kesadaran tinggi terhadap aspek keamanan
Jakarta, Cyberthreat.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengamankan Si Juwita yang merupakan sistem data kependudukan yang terintegrasi secara online.
Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan (FPD2K) Kemendagri, Gunawan, mengatakan BSSN ikut membantu Si Juwita yang akan mengintegrasikan data rakyat Indonesia untuk berbagai kepentingan.
"BSSN ikut melakukan pengamanan sistem kami. Mereka sangat detail dan rinci dalam melihat aspek keamanan," kata Gunawan kepada Cyberthreat.id, Jumat (19 Juli 2019).
Isu keamanan dan proteksi data akan menjadi isu global di masa yang akan datang. Indonesia harus siap menghadapi perubahan besar akibat digitalisasi dan otomatisasi sehingga aspek keamanan sangat krusial.
Saat ini sudah lebih dari 1000 lembaga/institusi yang bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri dalam memanfaatkan data kependudukan.
Ke depan Indonesia akan memiliki Big Data kependudukan yang terintegrasi sehingga masyarakat jauh lebih mudah dalam mengurus dokumen seperti SIM, paspor, NPWP, asuransi, rekening bank, sertifikat tanah dan sebagainya.
"Suatu saat nanti Indonesia akan memiliki sistem seperti ini. Ketika anda ketik nama seseorang, maka akan keluar semua data orang yang bersangkutan," ujarnya.
Dari segi keamanan Gunawan mengatakan Kemendagri telah menggunakan "jalur privat" demi keamanan menjalankan Si Juwita. Misalnya setiap lembaga/instansi yang menggunakan diberi IP sendiri, user name dan password sendiri.
"Hanya atas izin kami orang lain mengakses Si Juwita dan itu kami pantau. Kami amati log yang mengakses sehingga ketahuan kalau ada penyusup masuk kami sudah tahu, ditambah bantuan BSSN."
Sebelumnya Wakil Kepala BSSN Irjen Pol Dharma Pongrekun mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) No. 53 Tahun 2017 dan Perubahan Perpres No. 133 tahun 2017 mengamanatkan BSSN untuk melindungi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) milik pemerintah.
Itu belum termasuk amanat perlindungan Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN) dan e-commerce yang potensi ancaman dan kerawanannya cukup tinggi. Sementara Indonesia belum memiliki regulasi menopang kerja BSSN dan lembaga terkait.
"Bahwa kita harus memiliki awareness tinggi terhadap security. Dengan terintegrasinya seluruh sistem pemerintahan nantinya, maka perlu regulasi yang menaungi," ujar Ijen Pol Dharma Pongrekun.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.