Selama April-Juni 2019 Kaspersky mendeteksi sebanyak 8.275.318 ancaman siber Internet-borne yang berbeda pada komputer pengguna Kaspersky Security Network.
Jakarta, Cyberthreat.id – Selama April-Juni 2019 Kaspersky mendeteksi sebanyak 8.275.318 ancaman siber Internet-borne yang berbeda pada komputer pengguna Kaspersky Security Network (KSN) di Indonesia.
“Secara keseluruhan, 28,5 persen pengguna diserang oleh ancaman yang ditularkan melalui web,” tulis Kaspersky Lab dalam siaran persnya, Senin (15 Juli 2019).
Dengan jumlah tersebut, menurut perusahaan cybersecurity asal Moskow, Rusia itu, menempatkan Indonesia di peringkat ke-49 di seluruh dunia berkaitan dengan bahaya yang muncul saat menjelajahi situs web.
Namun, jumlah tersebut juga menunjukkan pertumbuhan positif sebab pada tahun lalu ancaman siber yang terdeteksi berjumlah 13 juta dan Indonesia berada di peringkat ke-27.
“Serangan melalui browser masih merupakan metode utama untuk menyebarkan program-program berbahaya,” tulis Kaspersky.
Data Kaspersky juga menunjukkan periode sama, jumlah insiden lokal yang terdeteksi sebanyak 30.544.001 insiden lokal di komputer pengguna KSN di Indonesia.
Secara keseluruhan, 49,7 persen pengguna di Indonesia terkena serangan oleh ancaman lokal dan menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 di seluruh dunia. Ancaman lokal ini misal penyebaran malware melalui drive USB, CD dan DVD yang dapat dilepas, dan metode offline lainnya.
Walaupun jumlah infeksi insiden lokal tahun ini telah meningkat dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama yaitu sejumlah 25.237.275, namun saat itu Indonesia masih berada di peringkat 70 secara global.
Untuk menghindari diri dari serangan online, pakar keamanan Kaspersky menyarankan, khusus pengguna perseorangan, sebagai berikut
Untuk perusahaan, Kaspersky merekomendasikan berikut:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.