Polisi membeberkan apa saja peran Galih Ginanjar, Rey Utami dan Pablo Benua dalam video kontroversial yang diunggah di Youtube.
Jakarta, Cyberthreat.id - Niat hati ingin mempermalukan mantan istri, artis peran Galih Ginanjar harus berhadapan dengan hukum. Pada Kamis (11/7/2019), polisi mengumumkan telah menetapkan Galih sebagai tersangka, menyusul dua pembuat konten video yakni Rey Utami dan Pablo Benua yang sudah menjadi tersangka sehari sebelumnya.
Galih dan dua rekannya itu dijerat pasal 27 ayat 1 dan 3 UU ITE serta pasal 310, 311 KUHP. Pasal 27 ayat 1 berbunyi,”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Adapun pasal 310 ayat 1 KHUP berbunyi,”barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.
Galih berurusan dengan polisi terkait pernyataannya dalam sebuah video yang diunggah di akun Youtube milik Rey dan Pablo. Dalam video itu, Galih menyebut “bau ikan asin”. Pernyataan itu dinilai untuk menghina mantan istrinya, Fairuz A Rafiq.
Dalam video itu, Rey Utami menjadi pembawa acara dan melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Galih. Salah satunya mengungkit kehidupan masa lalu Galih bersama Fairuz. Dalam kasus ini, istri Galih, Barbie Kumalasari juga telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, Pablo Benua berperan sebagai pemilik akun Youtube dengan nama Official Rey Utami dan Benua Channel.
Sementara, istri Pablo, Rey Utami berperan sebagai pemilik akun email untuk membuat akun Youtube tersebut.
"(Pablo dan Rey) bersama Galih membuat suatu wawancara, direkam, diedit, dan secara sadar diupload (diunggah) ke channel Youtube Rey Utami dan Benua Channel. Durasi videonya 32 menit 6 detik," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
Galih Ginanjar, lanjut Argo, ia berperan sebagai seseorang yang menyampaikan pernyataan yang melanggar unsur asusila dan mencemarkan nama baik Fairuz.
"Dia (Galih) melakukan wawancara dan sadar menyampaikan pelanggaran unsur keasusilaan dan pencemaran nama baik," kata Argo.
Lalu, apa pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini? Yang pasti, dunia cyber bukanlah ranah yang tak terjangkau hukum. Setiap konten yang diunggah di Youtube atau sosial media dapat dimintai pertanggungjawabannya di hadapan penegak hukum. Ancaman hukumannya juga tak tanggung-tanggung: 6 tahun penjara.
So, alih-alih membuat konten yang menghina pihak lain, sebaiknya bikinlah konten yang mendidik dan bermanfaat bagi orang banyak, jangan hanya mengejar jumlah viewer. Toh, ketika harus berhadapan dengan hukum, uang yang didapat dari hasil monetisasi konten, menjadi tak bermakna.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.