Perusahaan keamanan siber Italia menemukan masalah keamanan di infrastruktur server Lenovo. Dua di antaranya berkategori risiko-tinggi.
Cassina De Pecchi, Cyberthreat.id - Server-server Lenovo diketahui memiliki celah keamanan yang membuat sistemnya berisiko dalam skala besar. Periset keamanan siber dari Swascan menemukan sembilan kelemahan di infrastruktur server Lenovo, dua di antaranya diklasifikasikan berisiko tinggi. Tujuh celah keamanan berisiko medium.
Sebagian besar kelemahan itu antara lain isu use-after-free, command injection, dan otentikasi. Swascan telah melaporkan penemuannya ke Lenovo yang langsung merespons dengan cepat. "Celah keamanan ini, jika dieksploitasi, dapat berimbas kepada integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan sistem. Lenovo Security Departemen merespons hal ini secara profesional, yang terbaik yang pernah kami temui. Kita bekerjasama menyelesaikan kerentanan yang bisa diidentifikasi," kata pihak Swascan di blog-nya, swascan.com/lenovo, 1 Juli lalu. Perusahaan keamanan siber Italia ini sebelumnya pernah mengidentifikasi masalah keamanan di berbagai produk yang terkait dengan Adobe dan Microsoft.
Masalah yang sudah berhasil diselesaikan adalah CWE-476 (Null Pointer dereferencing), CWE-119 (buffer errors), CWE-416 (use-after-free), CWE-78 (OS command injection), CWE-20 (improper input validation), dan CWE-287 (improper authentication). Celah keamanan ini memungkinkan hacker mengeksekusi kode tertentu, membaca informasi rahasia, dan memicu kerusakan sistem.
Lenovo merupakan perusahaan komputer yang berbasis di Beijing, China. Lenovo masuk dalam 4 besar pemasok server dunia setelah Dell, HPE Group, dan IBM, menurut data IDC Worldwide Quarterly Server Tracker. Meski memiliki market share 6,9% pada 2018, pertumbuhan pendapatan Lenovo merupakan yang terbesar, yakni 85%.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.