Indonesia akan tertinggal jika tidak merespon perubahan dengan cepat lewat kolaborasi dengan berbagai pihak
Jakarta, Cyberthreat.id - Rektor ITB Kadarsah Suryadi mengingatkan empat variabel untuk dipikirkan secara mendalam di tengah peralihan teknologi 4.0 menuju 5.0.
Menurut dia, ke empat variabel itu akan menjadi tantangan sekaligus penentu kesuksesan sebuah bangsa menghadapi era digital.
"Jika kita tidak bersiap, maka peralihan ini bisa jadi masalah di depan," kata Kadarsah Suryadi di acara launching kerja sama cybersecurity ITB bersama Polri dan Korean National Police Agency (KNPA) di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27 Juni 2019).
Pertama, terjadinya demokratisasi informasi yang bermakna semua orang bisa mengakses informasi. Di era digital, kata dia, informasi bisa dimiliki dan diakses siapapun dari semua kalangan dan berbagai lapisan.
"Akibatnya terjadi perubahan yang begitu cepat, tapi membutuhkan respons yang cepat dengan cara yang berbeda pula."
Kedua, pendidikan yang dipengaruhi teknologi digital. Salah satu cirinya, kata dia, adalah huruf E di semua awal kegiatan seperti e-learning, e-paper, e-money hingga outputnya seperti Artificial Intelligence (AI) hingga Machine Learning.
Ketiga, peningkatan mobilitas manusia yang mengakibatkan meningkatnya mobilitas informasi, mobilitas komoditas dan berbagai mobilitas lain. Ujungnya, kata dia, kemunculan berbagai bentuk mobilitas termasuk yang membahayakan.
"Bagaimana dengan mobilitas crime di era digital? Ini jadi tantangan kita bersama," ujarnya.
Keempat, Kadarsah mengatakan tiga tantangan sebelumnya mengharuskan terjadinya kolaborasi dan kerja sama antar berbagai kepentingan dan institusi.
Berbagai stakeholder mulai dari pemerintah, universitas, antar lembaga, masyarakat hingga antar negara harus ada hubungan.
"Kerja sama dan kolaborasi ini tidak bisa dihindari. Kalau tidak, kita akan tertinggal."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.