Penggugat menilai pembatasan akses internet dan media sosial 21-25 Mei 2019 sebagai perbuatan melawan hukum
Jakarta, Cyberthreat.id - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dilaporkan 17 Advokat Konsultan Hukum Mulkan Let Let and Partners akibat kebijakan pembatasan koneksi internet dan media sosial pada Aksi Massa di Bawaslu RI, 21-22 Mei 2019.
Pembatasan berlangsung selama empat hari (21-25 Mei) yang dinilai telah merugikan sejumlah kalangan. Laporan dengan nomor 358/pdt/3018/pn.jkt.pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggugat Kementerian Kominfo dengan perbuatan melawan hukum.
Salah satu pelapor Mulkan Let Let mengatakan pembatasan akses internet dan media sosial telah merugikan pekerjaan mereka sebagai konsultan dan advokat.
Namun, secara hukum mereka menilai Kementerian Kominfo telah melanggar beberapa azas seperti tidak mematuhi azas kepatuhan atau kepastian hukum, melanggar azas ketidakberpihakan kepada masyarakat dan azas pemerintahan umum yang baik.
"Pembatasan akses internet dilakukan setelah terjadi. Padahal, sesuai mekanisme, Menteri Kominfo harus menyampaikannya lebih dulu di media massa," kata Mulkan usai mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Pusat, Senin (24 Juni 2019).
Mulkan Let Let and Partners mengklaim telah mengumpulkan bukti-bukti digital atas kerugian yang dialami. Bukti tersebut tidak akan dibeberkan ke media massa karena sudah merupakan pokok materi perkara.
Ia juga menolak alasan Kementerian Kominfo yang menyebut pembatasan demi keamanan dan stabilitas negara.
"Sampai detik ini Menkominfo tidak menyampaikan dasar hukum apa dan Undang-undang apa yang bisa membatasi internet dan medsos. Yang disampaikan ke publik hanya pembatasan akses dengan alasan menghindari berita hoaks, tapi tidak menyebut kriteria keamanan negara itu dalam keadaan seperti apa."
Sebelumya Mulkan Let Let and Partners telah menyampaikan somasi pada 23 Mei namun tidak mendapat jawaban. Sebenarnya kerugian materiil yang dialami sekitar Rp 275 juta namun dalam gugatannya mencantumkan nilai gugatan sebesar Rp 22 miliar.
"Yang kami gugat institusi dan menteri tentu bertanggungjawab atas segala tindakannya."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.