Kerentanan ini bisa lebih dari sekadar lelucon praktis. Seperti peringatan palsu bisa berdampak buruk jika dikirim ke pusat kota.
Colorado, Cyberthreat.id - Ingat sistem darurat Presidential Alert yang membuat telepon semua orang menjengkelkan tahun lalu? Ternyata hacker dapat menipu peringatan ini dengan usaha yang relatif sedikit.
Makalah berjudul "This is Your President Speaking: Spoofing Alerts in 4G LTE Networks," merinci bagaimana sekelompok peneliti berhasil memalsukan peringatan presiden seluler menggunakan peralatan yang tersedia secara komersial.
Laman mashable.com menuliskan, mereka dapat melakukannya karena cacat pada jaringan LTE yang memungkinkan orang untuk menggunakan peralatan yang dibeli di toko untuk membuat "menara sel pasar gelap."
Kerentanan ini bisa lebih dari sekadar lelucon praktis. Seperti peringatan palsu bisa berdampak buruk jika dikirim ke daerah yang sangat padat seperti pusat kota atau stadion.
"Hampir semua stadion berkapasitas 50.000 tempat duduk dapat diserang dengan tingkat keberhasilan 90%," tulis para peneliti University of Colorado sebagaimana dilansir mashable.com..
"Dampak sebenarnya dari serangan semacam itu tentu saja akan tergantung pada kepadatan ponsel dalam jangkauan; peringatan palsu di kota-kota yang ramai atau stadion berpotensi menyebabkan gelombang kepanikan."
Amerika Serikat sudah merasakan ini. Tahun lalu, peringatan tentang rudal balistik yang masuk membuat warga Hawaii ketakutan sebelum para pejabat mengkonfirmasi bahwa itu adalah kesalahan.
Investigasi kemudian menemukan bahwa serangkaian kesalahan menyebabkan alarm palsu.
Peneliti University of Colorado mengatakan kejadian ini yang menginspirasi mereka untuk melihat ke dalam sistem peringatan presiden dan potensi kerentanan.
Memang soal ini bari Amerika yang merasakannya, tentu seluruh dunia berpotensi untuk mengalaminya. Termasuk Indonesia tentunya. []
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.