Semua negara sepakat masalah privasi dan keamanan data menjadi prioritas dalam konsep Data Free Flow with Trust (DFFT) termasuk kerangka hukum internasionalnya
Jakarta, Cyberthreat.id - Pertemuan Menteri Perdagangan dan Menteri Digital Negara G-20 yang berlangsung di Tsukuba, Jepang, 8-9 Juni 2019 menghasilkan sejumlah kesepakatan bersama yang harus ditindaklanjuti negara peserta.
Salah satunya isu Data Free Flow with Trust (DFFT) yang mendominasi pembahasan banyak negara. Disebutkan bahwa platform digital menghasilkan gelombang data dan informasi dalam jumlah besar di era digitalisasi.
Menteri Perdagangan dan Industri India, Piyush Goyal, menyatakan setiap negara memiliki kedaulatan dalam menggunakan data untuk kesejahteraan dan pengembangan rakyatnya sekaligus bentuk advokasi perdagangan bebas.
"Masalah privasi dan keamanan harus jadi pertimbangan utama dalam debat tentang DFFT sebelum aturan global dibuat tentang e-commerce," kata Piyush dilansir Economic Times, Senin (10/06/2019).
India secara umum sepakat dengan DFFT, tapi Piyush menolak konsep yang ditawarkan Jepang terutama yang bertentangan dengan rancangan kebijakan e-commerce nasional India. Misalnya hal spesifik terkait lalu lintas data antarnegara hingga server penyimpan data.
Konsep DFFT sebenarnya membuat terjadinya transfer informasi lintas batas, transfer informasi pribadi hingga penyimpanan data di server asing. Output-nya adalah produktivitas lebih tinggi, inovasi lebih besar dan peningkatan pembangunan berkelanjutan serta kemitraan.
"Untuk membangun kepercayaan dan memfasilitasi aliran data yang bebas, perlu kerangka hukum domestik dan internasional harus dihormati," tulis poin 16 kesepakatan para menteri G20 terkait DFFT.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menyatakan Indonesia berhasil melobi Jepang untuk memasukkan usulan Indonesia ke dalam kesepakatan G20 di bidang digital.
Rudiantara mengatakan klausul kepentingan Indonesia adalah kerangka nasional bagi klasifikasi data, proteksi data, Intellectual Property Right, baik individu, swasta, dan pemerintah.
Padahal sebelumnya Jepang meminta arus data informasi dibuka semua.
"Counter proposal Indonesia banyak didukung oleh negara anggota G-20, khususnya negara-negara yang penduduknya banyak," kata Rudiantara dilansir Tribun News.
Indonesia, kata dia, akan mendayagunakan startup, unicorn hingga decacorn Tanah Air menjadi semacam koperasi besar. Koperasi yang menghimpun data dalam jumlah besar, hingga bisa melayani berbagai bisnis mulai dari transportasi hingga pesan makanan online.
"Jadi sebenarnya Koperasi, cuma kita beri nama Unicorn atau start-up company saat ini, mungkin juga biar keren ya," ujarnya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.