Untuk mengantisipasi panasnya ruang siber usai aksi 22 Mei, Kepala BSSN Hinsa Siburian menyebut negara hadir dalam bentuk sinergi dan koordinasi berbagai elemen
Jakarta, Cyberthreat.id - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn), Hinsa Siburian, mengatakan lembaganya tidak sendirian bekerja mengamankan ruang siber akibat demonstrasi 22 Mei yang berujung pembatasan media sosial dan jaringan percakapan WhatsApp.
Negara, kata dia, hadir dalam bentuk sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah dalam mewujudkan keamanan, ketertiban, kenyamanan hingga kesejahteraan masyarakat.
"Ruang siber memanas itu kami tidak bekerja sendiri. Ada forum di Kemenko Polhukam yang terdiri dari Kominfo, TNI, Polri dan pihak lainnya bekerja menyelesaikan persoalan," kata Hinsa saat konferensi pers di Gedung BSSN, Ragunan, Jakarta, Jumat (24/05/2019).
Lantas bagaimana peran BSSN dalam forum di Kemenko Polhukam tersebut? Hinsa mengatakan BSSN berupaya meredam aliran informasi yang mengganggu keamanan siber hingga berdampak keamanan dunia nyata.
BSSN, kata dia, menggunakan tenaga dan sumber daya terbaik untuk melakukan peredaman. Upaya persuasif juga dilakukan dengan menebar pesan positif dan konstruktif di ruang siber.
"Sekarang ini adalah bagaimana kita bekerja dan bersinergi menjaga keamanan ranah siber. Selain kerahkan teknologi, kita juga lakukan imbauan kepada warga siber, konten panas kita kurangi, begitu seterusnya."
Hinsa mengingatkan tatakrama di ruang siber terutama dalam bermedia sosial harus terjaga. Menurut dia masyarakat harus mendapatkan pemahaman bahwa perbedaan antara ruang siber dan ruang nyata itu amat tipis.
"Apakah sama orang memaki-maki di alun-alun dibanding dengan memaki-maki orang di media sosial. Kemudian orang yang mencuri di dunia nyata dengan mencuri di ruang siber. Katakanlah melanggar hukum di kedua ruang itu pasti dihukum," ujarnya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.