Pendiri Facebook Mark Zuckerberg mengeluhkan kondisi serangan yang terus menimpa Facebook. Ia pun mengeluarkan strategi baru untuk mengangkat perusahaannya.
San Fransisco, Cyberthreat.id - Pendiri Facebook Mark Zuckerberg mengeluhkan kondisi serangan yang terus menimpa Facebook.
Orang-orang, kata dia, mulai tidak mempercayai dengan jejaring sosial yang telah dibuatnya sejak 2004 itu. Hal itu disampaikan Zuckerberg dalam konferensi pengembang F8 Facebook yang dibuka pada Selasa (30/4/2019) di San Fransisco, AS.
"Saya tahu, kita tidak memiliki reputasi yang sangat kuat dalam hak-hak privasi. Maka dari itu, saya sangat berkomitmen dalam hal ini untuk melakukannya lebih baik dan memulai babak baru," ujar dia seperti dikutip dari International Business Times.
Facebook dalam dua tahun terakhir terus mendapatkan sorotan mulai kebocoran data pribadi pengguna ke publik, kata sandi yang bisa diakses oleh karyawan Facebook sendiri, persekongkolan dalam pemilu, berita hoaks dan kekerasan.
Yang paling mencolok soal praktik kekerasan adalah pembunuhan di dua masjid di Selandia Baru, Maret lalu. Pelaku memanfaatkan Facebook Live untuk merekam aksinya. Sejak itu, hampir seluruh dunia mengritik Facebook.
Facebook pun kini mulai berpindah haluan. Mereka mulai menggunakan mantra baru untuk menaikkan citra pasarnya dengan slogan: The Future is Private.
Zuckerberg menyadari bahwa Facebook kini mengalami masa-masa yang pahit. "Ini bukan sekadar membuat produk baru. Ini perubahan besar bagaimana kita menjalankan perusahaan ini," ujar dia seperti dikutip dari The Verge.
Maka dari itu, "Kita yakin bahwa masa depan, orang-orang ingin platform sosial yang fokus pada privasi. Saya percaya jika hal itu kita buat dan sepenuhnya terenkripsi [...] itu akan menjadi kontribusi penting bagi dunia," dia menambahkan.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.