Lambannya kinerja website KPU dikeluhkan dan bisa bikin publik ragu, sementara satu-satunya informasi valid hanya dari KPU
Jakarta, Cyberthreat.id - Praktisi IT Bank Mandiri dan BCA, Zul Amri, mengatakan lambannya performa website KPU membuat banyak pihak meragukan kinerja penyelenggara Pemilu.
Padahal, performa sistem IT maupun website KPU tidak ada hubungannya dengan hasil resmi Pemilu yang diambil dari rekapitulasi manual dan memakan waktu satu bulan.
"Performa website KPU jangan sampai lambat begitu karena orang kan menunggu. Orang bisa jadi ragu tentang KPU dan terkadang tidak bisa diakses sama sekali," kata Zul Amri kepada Cyberthreat, Kamis (18/4/2019).
Sejauh ini, kata dia, sepanjang pengamatannya mulai dari H-1 pencoblosan hingga H+1 pasca pemilihan, sistem IT KPU tidak menghadapi gangguan berarti.
Namun, ia mengingatkan bahwa sebelum pencoblosan terdapat beberapa perimeter keamanan yang terlupakan termasuk proses tuning yang dilakukan.
"Kemarin itu ada perimeter yang kelupaan, tapi sudah ditutup dan memang firewall-nya kurang kuat," ujarnya.
Zul Amri pernah memberikan masukan sebagai ahli IT kepada KPU dan DPR satu bulan sebelum pencoblosan. Ketika itu ia menyebut website maupun server KPU bisa dengan mudah diretas sekaligus mengingatkan betapa kurang bagusnya sistem IT KPU.
Ia menyontohkan bagaimana rentannya website KPU karena menggunakan sebiji IP address untuk 81 subdomain.
Kemudian ketika diakses IP Address 103.123.158.6, ditemukan halaman default installation Ubuntu yang seharusnya dilindungi atau tidak boleh diketahui publik.
"Satu IP Address digunakan untuk 81 subdomain KPU atau pakainya beramai-ramai. Kemudian memajang halaman default instalation mempermudah kerja peretas karena tidak perlu lagi mencari sistem apa yang di pakai oleh target," ujarnya.
Cyberthreat mencoba mengonfirmasi kepada Komisioner KPU Viryan Aziz terkait lambannya sistem IT KPU. Hingga berita ini diturunkan belum mendapat jawaban.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.