Parlemen Eropa menerapkan uji keamanan siber yang ketat untuk menjamin berlangsungnya Pemilu yang adil dan independen
Brussel, Cyberthreat.id - Parlemen Eropa menerapkan uji keamanan siber yang ketat untuk menjamin berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) yang adil dan independen 23-26 Mei mendatang.
Simulasi dilakukan lewat koordinasi dengan berbagai pihak mulai dari Komisi Eropa, Negara Anggota dan Badan Uni Eropa untuk Keamanan Siber (ENISA).
Peserta diharapkan mampu menguji ketepatan dan kemanjuran protokol respons krisis jika terjadi serangan siber, serta mengeksplorasi cara-cara baru untuk mendeteksi, mencegah dan mengatasi serangan online yang dapat mengancam integritas Pemilu.
"Kami ingin melaksanakan pemilihan yang bebas dan adil sebagai landasan dasar demokrasi," kata Wakil Presiden Komisi Eropa untuk Digital Single Market, Andrus Ansip dilansir situs Uni Eropa, Senin (8/4/2019).
"Untuk mengamankan proses demokrasi dari manipulasi atau kegiatan siber jahat oleh kepentingan pribadi atau negara ketiga," ujarnya.
Serangkaian simulasi dan uji keamanan siber telah dilakukan sejak September 2018. Meningkatkan kewaspadaan di dunia siber, kata Ansip, merupakan salah satu faktor krusial dalam penegakan hukum dan keamanan.
Terlebih, ancaman dunia siber makin tinggi.
"Saya percaya bahwa ini adalah langkah maju dan penting agar Pemilu Eropa lebih kuat di tengah masyarakat yang terkoneksi dalam segala hal," tegas Andrus.
Wakil Presiden Parlemen Eropa Rainer Wieland menyebut serangan dunia maya sebagai ancaman nyata terhadap stabilitas Eropa dan negara anggotanya.
Serangan siber pada Pemilu, kata dia, dapat secara dramatis merusak legitimasi institusi Uni Eropa.
"Keabsahan Pemilu didasarkan pada pemahaman kita terhadap hasil. Kepercayaan ini mendapat ancaman di dunia maya berupa serangan dan jenis baru yakni penipuan Pemilu di era digital, dan kita harus merespon," kata Wieland.
Eropa menyadari bahwa tanggung jawab keamanan Pemilu merupakan beban bersama. Weiland menekankan pentingnya membangun sarana yang diperlukan untuk memperkuat keamanan dunia maya agar Pemilu berintegritas dan terpercaya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.