Hati-hati dengan aplikasi pihak ketiga yang meminta akses ke akun media sosial kamu, tulis @TwitterID,
Cyberthreat.id – Jika Anda pernah menggunakan sebuah aplikasi tertentu, lalu meminta Anda masuk (login) dengan akun Twitter, sebaiknya Anda berhati-hati saja.
Memang tidak semua aplikasi seperti itu divonis berbahaya, tapi kehati-hatian dalam memakainya patut diutamakan.
Seperti yang sedang ramai di Twitter kemarin terkait dengan "nilai Twitter saya".
Untuk mengetahui nilai akun Twitter, pengguna diarahkan untuk mengakses sebuah aplikasi pihak ketiga; syaratnya: tentu login terlebih dulu via akun Twitter yang dimiliki. (Baca: Warganet Ramai Cuitan 'Nilai Twitter Saya', Lebih Baik Abaikan Aplikasi Tak Jelas, Pakar: Berisiko Tinggi!)
Twitter Indonesia melalui akun resminya @TwitterID menghimbau pengguna berhati-hati dalam memberikan izin aplikasi pihak ketiga.
“Hati-hati dengan aplikasi pihak ketiga yang meminta akses ke akun media sosial kamu,” tulis @TwitterID, Minggu (11 Oktober 2020).
Twitter memang memberikan aplikasi pihak ketiga yang dibuat oleh pengembang eksternal bisa diakses via akun Twitter pengguna. Catat: akses itu atas dasar izin yang diberikan oleh pengguna.
Twitter memberikan catatan agar pengguna harus berhati-hati sebelum memberikan akses pada aplikasi ketiga mana pun.
Perusahaan microblogging itu juga menyarankan secara teratur meninjau aplikasi pihak ketiga yang memiliki akses ke akun pengguna.
Bagaimana cara melihat aplikasi pihak ketiga yang terhubung dengan akun Twitter Anda?
Berikut cara melihat dan menghapus aplikasi pihak ketiga yang terhubung di akun Twitter Anda, seperti dilansir dari situs web resmi Twitter, diakses Senin (12 Oktober 2020):
Melalui aplikasi mobile Twitter (iOS dan Android):
Melalui desktop
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.