Secara umum, kerentanan sebuah situs web e-commerce, salah satunya, dipengaruhi oleh pengaturan keamanan yang tidak maksimal dari suatu situs web.
Jakarta, Cyberthreat.id – Kepala Pusat Studi Forensika Digital Universitas Islam Indonesia, Yudi Prayudi, mengatakan, secara umum ada empat tahapan dalam serangan JavaScript Sniffers (JS-Sniffers) atau juga dikenal dengan serangan Magecart.
Kunci pertama, kata dia, adalah langkah awal untuk mendapatkan akses ke situs web yang menjadi target. “Di sinilah pentingnya setiap situs web melakukan external pentest (pengujian eksternal) untuk mendapatkan feedback (umpan balik) terhadap vulnerability (kerentanan) dari situs web tersebut,” tutur Yudi dalam penjelasan tertulisnya kepada Cyberthreat.id, Sabtu (25 Januari 2020).
Selain itu, Yudi mengatakan, melakukan penilaian ketat terhadap vendor atau pihak ketiga yang terkait langsung dengan aplikasi situs web sangatlah penting dilakukan. Gunanya, “untuk memastikan bahwa pihak ketiga juga telah menerapkan standar keamanan siber yang sesuai,” kata dia.
“Web/online skimming (serangan injeksi JS-Sniffers, red) banyak menyerang situs web e-commerce dengan katagori kecil dan menengah. Salah satunya adalah karena kurangnya perhatian dari pemilik dan pengelola website tersebut terhadap aspek keamanan siber,” kata dia.
Berita Terkait:
Empat tahapan umum yang dimaksud tadi, sebagai berikut:
Untuk meningkatkan faktor keamanan dari situs web e-commerce, Yudi menyarankan, agar memanfaatkan layanan premium dari platform CMS (conten management system) yang akan dipakai.
Berita Terkait:
“Update secara berkala versi CMS yang digunakan. Selain itu, penggunaan plug-in untuk menambah fungsionalitas website juga harus dilakukan secara hati-hati,” kata dia.
Secara umum, kerentanan sebuah situs web e-commerce, salah satunya, dipengaruhi oleh pengaturan keamanan yang tidak maksimal dari suatu situs web.
Karena itu, ada sejumlah yang bisa dilakukan pengelola situs web e-commerce untuk mencegah terinjeksinya JS Sniffers, antara lain:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.