Menkominfo Rudiantara mengajak semua pihak menjaga KPU serta jangan mengotori ruang siber Tanah Air dengan konten provokatif
Jakarta, Cyberthreat.id - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengimbau masyarakat jangan ikut-ikutan memperbanyak atau menyebar konten provokatif di ruang siber pasca pencoblosan Pemilu 2019.
Menurut dia, serangan hoaks berupa disinformasi yang mengotori media sosial banyak diarahkan kepada KPU maupun Bawaslu. Terpenting menurut Rudiantara adalah bagaimana tahapan Pemilu berjalan aman dan nyaman serta meminimalisir kecurangan.
"Kita sabar menunggu keputusan KPU, tapi yang lain jangan memanaskan situasi. Jangan lempar hoaks lagi ke KPU karena mereka lembaga independen sebagai penyelenggara sesuai UU," kata Rudiantara di Gedung KPU RI, Jakarta, Sabtu (20/4/2019).
Rudi mengakui perkiraannya agak meleset terkait serbuan hoaks. Awalnya Kominfo memperkirakan jumlah hoaks akan turun perlahan setelah pencoblosan namun yang terjadi malah sebaliknya.
Jumlah hoaks meningkat signifikan pasca 17 April 2019 dengan bentuk yang beragam termasuk hoaks tentang penghitungan suara dan kecurangan yang dikesankan masif atau disengaja.
Mengenai angkanya Rudi menyatakan Kominfo akan merilis dalam waktu dekat.
"Mari kita sama-sama jaga KPU melakukan penghitungan. Hoaks itu kalau kita bandingan bulan Maret dan April jumlahnya jauh meningkat terutama berkaitan Pilpres," ujarnya.
Rudi menegaskan jajarannya hanya fokus terhadap konten. Sedangkan terkait keamanan dan ketahanan siber terhadap KPU, semisal antisipasi gangguan terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), ia menyatakan Kominfo berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Hoaks yang mengarah ke KPU yang sekarang kita coba address. Ada tim khusus dari kami dan KPU untuk mengaddress masalah ini."
"Nah, kalau kaitannya dengan cyber security, itu ketahanan siber, Kominfo tidak lagi menangani dan sudah dialihkan ke BSSN," ujar pria karib disapa Chief RA tersebut.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.