Pengadilan Tinggi Madras, India meminta kepada pemerintah setempat untuk melarang aplikasi asal China, TikTok, karena mengandung unsur pornografi.
New Delhi, Cyberthreat.id - Pengadilan Tinggi Madras, India meminta kepada pemerintah setempat untuk melarang aplikasi asal China, TikTok, karena mengandung unsur pornografi, Rabu (3/4/2019).
Pengadilan Tinggi Madras, setelah mendengarkan litigasi kepentingan publik atas aplikasi itu, menyatakan, bahwa anak-anak yang memakai aplikasi itu rentan terkena predator seksual.
Menurut pengadilan, konten tidak pantas yang ada di TikTok dianggap sebagai aspek berbahaya. Selain itu, pengadilan juga meminta TikTok tidak boleh disiarkan di media massa.
Tiktok, aplikasi yang dibuat oleh Beijing Bytedance Technology Co, memungkinkan pengguna menciptakan dan membagikan video pendek dengan efek khusus. Aplikasi ini menjadi begitu populer di pelosok daerah di India.
Konten TikTok yang beredar di India biasanya berupa parodi, klip video, atau cuplikan video terkait dengan film-film India. Selain itu, ada meme dan video anak-anak muda yang berpakaian minim.
Di India, menurut perusahaan analisis aplikasi, Sensor Tower, aplikasi TikTok telah diunduh sekitar 240 juta kali di India.
Juru bicara TikTok mengatakan, perusahaan akan mematuhi undang-undang setempat dan sedang menunggu salingan perintah pengadilan. "Setelah itu akan mengambil tindakan yang sesuai," demikian lapor Reuters.
"Menjaga aplikasi tetap aman dan positif ... adalah prioritas kami," ujar jubir perusahaan tersebut.
Sejauh ini Kementerian Teknologi Informasi India belum memberikan komentar terkait putusan pengadilan tersebut.
Namun, Menteri Teknologi Informasi India, Tamil Nadu, seperti diberitakan oleh Reuters, pada Februari lalu, mengatakan, konten TikTok mengandung tarian-tarian yang sensitif.
Selain itu, Partai Bharatiya Janata (BJP), yang berasaskan Hindu juga telah meminta agar TikTok dilarang di India.
Sumber: Reuters
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.