Tantangan terbesar penarikan pajak digital adalah regulasi yang adil, kompetitif, kepastian hukum dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
Jakarta, Cyberthreat.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menegaskan komitmennya untuk mengejar pajak digital. Ia mengatakan, kemana pun wajib pajak pergi, mulai dari berdagang di marketplace hingga berdagang di media sosial, Pemerintah akan berupaya mengejarnya.
"Ini bukan saya hobinya narikin Pajak ya, tapi namanya adalah prinsip keadilan. Tidak hanya Bukalapak dan Tokopedia yang saya pajaki, tapi kalau dia lari ke medsos akan saya pajaki," kata Sri Mulyani saat menjadi narasumber Gerakan 1000 Startup Digital di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (18 Agustus 2019).
Sri Mulyani memang tidak membeberkan bagaimana teknis penarikan pajak tersebut. Sejauh ini langkah yang telah diambil Kementerian Keuangan adalah bekerja sama dengan marketplace dalam melakukan saluran penarikan pajak dan belum menyentuh penarikan pajak.
Tantangan terbesar dalam penarikan pajak digital menurut Sri Mulyani adalah bagaimana mewujudkan sebuah regulasi yang adil, kompetitif, memberikan kepastian hukum, meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga meningkatkan pemasukan bagi negara.
"Kita harus cari tahu Policy yang tepat menyikapi pelaku ekonomi digital ini," ujarnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak telah menambah 2 direktorat baru yaitu Direktorat Data dan Informasi Perpajakan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam kesempatan itu menyatakan pemerintah terus berupaya menyempurnakan ekosistem digital. Salah satunya dengan menyelenggarakan Gerakan 1000 Startup yang telah menghadirkan pebisnis digital dan startup.
"Jadi Indonesia itu beda ya. Singapura dan Brunei itu Pemerintahnya mendukung startup. Disana negara beri uang sama startup yang berpotensi, tapi di Indonesia justru ekosistem yang menggerakkan startup,".kata Rudiantara.
"Kita lihat ekosistem ini diciptakan Pemerintah agar Indonesia bisa merajai bisnis digital di Asia dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Rudiantara juga mengeluhkan spending untuk industri ICT Indonesia hanya 0,01 persen dibanding GDP. Jumlah itubkalah jauh dari Thailand yang menempatkan 0,3 persen dari GDP untuk industri ICT sementara Malaysia 0,6 persen.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.