Walikota Malang Sutiaji meminta pejabat dan jajarannya untuk menggunakan startup Malang. Jangan ambil produk dari luar.
Jakarta, Cybersecurity.id - Walikota Malang, Sutiaji, menargetkan 15 startup muncul setiap tahunnya di Kota Malang. Itu sebabnya Kota Apel terus memperkuat program Malang 4.0 yang membuka banyak potensi masyarakat serta meningkatkan kualitas kehidupannya.
"Setiap tahun kami targetkan 15 startup muncul di Malang dan penggunanya adalah masyarakat kami," kata Sutiaji dalam diskusi bertajuk Ekonomi Kreatif di Kementerian Perdagangan, Selasa (16 Juli 2019).
Malang, kata dia, dengan lebih dari 20 universitas dan institusi pendidikan melahirkan 4800 lulusan IT maupun talenta digital pertahun. Ini membuat pengangguran terbuka di Kota Malang terus meningkat sehingga digitalisasi menjadi salah satu solusi.
Baru-baru ini Sutiaji mengumpulkan sekitar 80 startup yang ada di Kota Malang. Mereka kemudian dipertemukan dalam satu tempat dengan jajaran pemerintah Kota Malang agar terjadi komunikasi yang mempertemukan teknologi dan usernya.
"Ada sekitar 80 startup di Malang yang saya kumpulkan lalu saya undang pejabat. Saya minta semua pejabat dan jajarannya untuk menggunakan startup Malang. Saya tekankan jangan ambil produk dari daerah luar," ujarnya.
Saat ini Malang telah memiliki tujuh studio game dan 144 studio aplikasi. Studio tersebut digerakkan oleh berbagai komponen digital dan anak-anak muda yang diberikan APBD agar lebih produktif.
Sutiaji mengatakan sekitar Rp 6,5 miliar APBD Malang diperuntukkan di sektor ekonomi kreatif terutama digitalisasi.
Ekonomi kreatif, kata dia, mampu menggandakan nilai ekonomi berbagai produk lokal Malang serta membangun potensi anak muda lewat digitalisasi.
"Ada pengangguran yang sebelumnya gak kerja dan di rumah saja, tapi dengan digital, tanpa buka toko, tanpa tempat, ia kami beri kesempatan berjualan ekonomi kreatif dan sampai kini penghasilanya Rp 25 juta perbulan."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.