Total perserta yang mengikuti program Lintasarta Appclerate sejak pertama kali lebih dari 30 startup yang dijaring di tiga universitas
Jakarta, Cyberthreat.id – Lintasarta terus menjaring startup yang akan dibina melalui program Lintasarta Appclerate yang diadakan sejak 2016 dan saat ini telah memasuki tahap ketiga.
Demikian disampaikan oleh President Director Lintasarta Arya Damar dalam acara pengumuman program Lintasarta Appclerate 2019 di Jakarta, Rabu (10 Juli 2019).
Lintasarta adalah perusahaan penyedia komunikasi data, internet, dan servis teknologi informasi.
“Startup yang keluar sebagai pemenang dalam program ini, artinya mereka pasti memiliki solusi yang terbaik yang memang sangat dibutuhkan industri,” ujar dia.
“Kemudian solusi dari startup itu, kami simpan di cloud milik kami yang dapat digunakan oleh partner B2B (Business to Business).”
Menurut Arya, total perserta yang mengikuti program ini sejak pertama kali lebih dari 30 startup yang dijaring di tiga universitas, yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, dan Institut Sepuluh November Surabaya.
“Dari jumlah tersebut yang lolos seleksi dan solusinya berhasil diadopsi industri ada sekitar 20 startup. Solusi-solusi yang dihasilkan itu hampir dimanfaatkan oleh semua sektor industri, seperti perbankan, telekomunikasi, atau minyak dan gas, yang sudah menjadi partner kami,” ujar Arya.
Arya menjelaskan, tujuan kerja sama dengan universitas-universitas tersebut adalah supaya menghubungkan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia bisnis.
“Untuk pendanaan awal pasti kami siapkan. Tetapi, selanjutnya bila ada investor yang tertarik, ya silakan. Tetapi, pada prinsipnya kami hanya mentor saja, kemudian menghubungkan mereka ke dunia bisnis. Kami senang kalau mereka (startup) pada akhirnya menjadi enterpreneur,” ujar Arya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.