Perusahaan media sosial wajib menunjukkan informasi tentang data yang dikumpulkan dan diuangkan dari penggunanya
New York, Cyberthreat.id – Perusahaan media sosial wajib menunjukkan informasi tentang data yang telah dikumpulkan dan diuangkan dari penggunanya. Itulah amanat Rancangan Undang-Undang (RUU) Dashboard yang diperkenalkan oleh senator Amerika Serikat Mark Warner dan Josh Hawley, Senin (24 Juni 2019).
RUU Dashboard singkatan dari The Designing Accounting Safeguards to Help Broaden Oversight And Regulations on Data Act.
RUU itu akan memaksa perusahaan medsos dengan "lebih dari 100 juta pengunjung atau pengguna bulanan unik" untuk memerinci monetisasi data yang dikumpulkan. Tujuannya untuk membantu konsumen memahami nilai penggunaan layanan medsos yang bebas nilai nominal.
“Selama bertahun-tahun, perusahaan medsos telah memberi tahu konsumen bahwa produk mereka gratis bagi pengguna. Namun, itu tidak benar. Anda harus membayar dengan data Anda, dan alih-alih dengan dompet Anda,” kata Senator Mark Warner dikutip dari CNBC, yang diakses Selasa (25 Juni 2019).
RUU ini juga akan mengharuskan perusahaan untuk mengajukan laporan tahunan yang mengungkapkan kontrak pihak ketiga yang melibatkan pengumpulan data, serta memberikan hak kepada pengguna untuk menghapus sebagian atau semua data yang dikumpulkan.
Facebook akan menjadi salah satu perusahaan yang akan terkena dampak dari RUU tersebut. Namun, Facebook disebutkan telah mengungkapkan metrik yang memberikan beberapa visibilitas ke dalam nilai data pengguna mereka. Dalam laporan terbarunya, Facebook mengatakan mereka menghasilkan pendapatan rata-rata US$ 6,42 per pengguna.
Jika disahkan, RUU itu diperkirakan dapat memberikan rintangan bagi perusahaan seperti Facebook, Twitter, Google, dan YouTube, yang mengandalkan konten pengguna untuk mendorong pertumbuhan dan platform mereka.
Namun, belum dapat dipastikan, apakah RUU itu akan dibahas di Senat setelah ditinjau oleh Komite. "Kami menantikan untuk melanjutkan pembicaraan berkelanjutan kami dengan pendukung RUU," kata seorang juru bicara Facebook.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.