Perusahaan rintisan penyedia layanan kesehatan digital, SehatQ mengklaim memiliki jaringan lebih dari 9.000 dokter dari 6.000 fasilitas kesehatan di Indonesia.
Jakarta, Cyberthreat.id – Perusahaan rintisan penyedia layanan kesehatan digital, SehatQ mengklaim memiliki jaringan lebih dari 9.000 dokter dari 6.000 fasilitas kesehatan di Indonesia.
"SehatQ hadir untuk membantu pengguna mendapatkan informasi lengkap mengenai kesehatan, serta mempermudah akses ke fasilitas kesehatan," kata Pendiri dan CEO SehatQ Linda Wijaya seperti dikutip dari Antaranews.com di Jakarta, Kamis (7 Agustus 2019).
SehatQ menyediakan layanan hingga pengguna akhir (end-to-end) yang menjawab semua kebutuhan kesehatan. Pengguna bisa memperoleh informasi kesehatan lengkap, termasuk tentang gaya hidup, penyakit, obat-obatan, serta jenis perawatan medis dari artikel-artikel di situs web SehatQ.
SehatQ telah memproduksi lebih dari 2.000 konten kesehatan yang semuanya ditinjau oleh tim dokter, yang juga melayani tanya jawab dengan pengguna.
Di platform yang sama, pengguna dapat terhubung dengan fasilitas kesehatan, lewat fitur booking langsung sesuai jadwal dokter yang dibutuhkan. Konektivitas itu yang menjadi fitur utama dari SehatQ.
"Kami menerapkan pendekatan patients first, di mana SehatQ mengutamakan kebutuhan pengguna sebagai pasien dengan menyediakan platform terbuka untuk semua fasilitas kesehatan," ujar Linda.
Untuk meningkatkan pengalaman pengguna, saat ini SehatQ sedang mengembangkan fitur chat, voice, dan video conference dengan dokter. Sementara untuk aplikasi berbasis Android dan iOS akan dapat diakses pada kuartal ketiga tahun ini.
SehatQ yang berada dalam naungan Sinar Mas, berdiri pada November 2018 dan dalam kurun waktu setahun telah menjangkau ratusan rumah sakit, klinik, serta laboratorium klinik. Saat ini pengguna SehatQ yang teregistrasi mencapai 10.000 dan pengguna aktif harian 70.000.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.