"Kritik merupakan vitamin untuk terus meningkatkan performa pelayanan kepada konsumen,” kata Tulus.
Jakarta, Cyberthreat.id – Berkaca dari kasus antara Garuda Indonesia dengan YouTuber juga selebgram Rius Vernandes—kini telah berakhir damai, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan konsumen juga warganet untuk berhati-hati saat mengkritik pelayanan suatu badan usaha di media sosial.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan, memang tidak ada larangan bagi konsumen menyampaikan kritik menyangkut pelayanan suatu badan usaha. Akan tetapi, konsumen tetap harus menjaga diri dengan itikad baik.
Menurut Tulus, mem-posting kritik atau review layanan dari pelaku badan usaha di medsos dapat membuat konsumen terjerat Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terkecuali si konsumen sudah melaporkan langsung ke badan usaha, tetapi tidak ada respons
“Maka, konsumen bisa langsung melaporkan ke YLKI atau melalui media sosial dengan catatan ada kronologis permasalahan yang jelas,” kata dia di Jakarta, Jumat (19 Juli 2019).
“Konsumen juga tidak asal posting sebuah kritikan terutama jika permasalahannya belum jelas, itu hanya akan menimbulkan masalah baru bagi si konsumen,” Tulus menambahkan.
Tulus melihat apa yang dilakukan Rius memang tidak ideal. Seharusnya, Rius melaporkan keberatan atau kritik tersebut ke Garuda Indonesia terlebih dulu. “Bukan lansung posting di media sosial,” ujar Tulus.
Namun, ia mendorong sejak awal kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaanm tanpa ada unsur pidana. Ke depan, ia berharap jika ada kasus serupa, konsumen dan pelaku usaha bisa menyelesaikannya melalui mediasi.
“Kritik merupakan vitamin untuk terus meningkatkan performa pelayanan kepada konsumen,” kata Tulus.
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.