Kabar begitu cepat menyebar. Bahkan beritanya sudah dimuat beberapa media nasional
Jakarta, Cyberthreat.id - Sungguh luar biasa hoaks yang menimpa musisi kawakan Deddy Dhukun. Pada Selasa (16 Juli 2019) ia dikabarkan meninggal dunia di Tangerang dalam usia 65 tahun. Padahal, menurut informasi di Wikipedia, musisi kelahiran Banyumas itu berusia 61 tahun.
Menurut Deddy, hoaks yang menimpa dirinya dimulai sejak ia dikabarkan sakit pada Senin (15 Juli 2019) malam. Paginya, ia dikejutkan dengan berita meninggal dunia di sebuah rumah sakit.
"Itu gosip brader, Deddy Dhukun sehat walafiat. Hahaha," ujar Deddy melalui pesan singkat yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (16 Juli 2019).
Hoaks wafatnya Deddy Dhukun bahkan telah dimuat sejumlah media nasional. Berita yang sudah naik kemudian ditarik kembali meskipun sudah tersebar dengan cepat di WhatsApp dan media sosial.
Selang beberapa jam usai Deddy dikabarkan wafat, muncul capture status Facebook seseorang yang menyatakan bahwa yang dimaksud meninggal dunia adalah Deddy Dhukun yang lain.
"Telah meninggal Dunia pagi ini, Selasa, 16 Juli 2019 pada jam 06.20 di RS An Nisa Tangerang saudaraku tercinta yg kita kenal sebagai Deduk / Deddy Dhukun dalam usia 65 tahun. Mohon Doa' nya dan agar dimaafkan segala kesalahannya. Akan dimakamkan hari ini di tanah kusir,"
Masyarakat diminta berhati-hati terhadap hoaks maupun disinformasi yang bertujuan bikin bingung masyarakat. Selalu waspada dan lakukan cek dan ricek.
Deddy Dhukun sendiri mengatakan ia tidak tahu kenapa kabar itu bisa bisa muncul dengan maksud dan tujuan yang tidak jelas.
Yang pasti kabar serupa kerap muncul dan tersebar di ranah dunia maya untuk bikin suasana gaduh di tengah masyarakat.
"Ya ngak tahu itu siapa kerjaannya. Mungkin yang meninggal deddy dukun yg lain," ujar Deddy.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.